Images

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL

Dalam diri seseorang sebenarnya telah dikaruniai oleh tuhan sebuah jiwa, dimana jiwa tersebut, tiap orang bebas memilih sikap. Bereaksi positif atau negatif, bereaksi benar atau salah, bereaksi berhentih atau melanjutkan, bereaksi marah atau sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, bereaksi baik atau buruk. Andalah sebenarnya penaggung jawab penuh dari reaksi diri anda, sikap anda, dan keputusan anda.
Lingkungan bisa berubah-ubah dalam hitungan detik tanpa bisa diduga. Namun perinsip adalah abadi. Perinsip tidak berubah. Disanalah terletak pusat rasa aman yang hakiki. Rasa aman yang tercipta dari dalam, bukan dari luar. Perinsip yang benar bukanlah sekedar sikap  “proaktif” yang selama ini dikenal dibarat, yaitu melihat dan merespon dengan cara yang “berbeda” tampa perinsip dasar yang jelas. Perinsip dasar adalah suatu kesadaran fitrah (awareness), berpegang teguh pada pencipta yang abadi. Perinsip yang esa, Laa Ilaaha Illallah.
Kemampuan untuk “mengendalikan sukma” ketika suatu permasalahan  terjadi atas diri kita (proaktif)  adalah sangat sulit dilakukan tanpa adanya  kekuatan prinsip  yang bisa di pegang teguh. Kemampuan dalam mengendalian sukma (proaktif) melalui prinsip Allah yang esa, Ini yang dinamakan kekuatan prinsip. Inilah dasar penjernihan emosi kita, bukan proaktif seperti yang diajarkan oleh kalangan orang-orang barat yang masih meraba-raba itu.
Kekuatan prinsip selanjunya akan menentukan tindakan apa yang akan diambil, jalan yang fitrah atau jala yang non-fitrah. Jalan non-fitrah cenderung menyesatkan dan merugikan. Sedangkan jalan yang fitrah  membimbing ke arah tindakan yang positif. Jalan fitra adalah suatu tindakan yang diambil oleh suara hati. Suara hati itu berasi dari Got-spot. Ini hasil dari riset  syaraf Austria, wolf singer. Mereka pakar di bidang SQ. sederhananya adalah firman Allah pada surat Asy Syams ayat 8-10.
Menurut Al Qur’an, sebelum bumi dan manusia diciptakan, ruh manusia telah mengadakan perjanjian dengan Allah, Allah bertanya pada kepada jiwa manusia: “…bukankah aku tuhanmu?” lalu ruh manusia menjawab: “yah, kami bersaksi…!” (surat Al A’raf ayat 172). Bukti adanya perjanjian ini menurut Muhamad abduh ialah adanya fitrah iman didalam jiwa manusia. Dan munurut Prof. Dr. N. Dryarkara, S.J. ialah adanya suara hati manusia. Suara hati itu adalah suara tuhan yang terekam didalam jiwa manusia.
Karena itu bila manusia hendak berbuat tidak baik, pasti akan dilarang oleh suara hati nuraninya. Sebab Tuhan tidak mau kalau manusia berbuat tidak baik. Kalau manusia tetap mengerjakan, perbuatan yang tidak baik itu maka suara hatinya akan bernasehat. Dan kalau sudah selesai pasti akan menyesal. Mac Scheler mengatakan penyesalan  adalah ‘tandah kembali’ kepada Tuhan.
Namun ada kalanya suara hati itu tertutup, buta. Manusia sering mengabaikan pengakuan ini, yang justru mengakibatkan dirinya terjerumus kedalam kejahatan, kecurangan, kekerasan, kerusakan, kehancuran (non-fitrah) dan lain hal pada akhirnya mengakibatkan kegagalan, atau tidak efektif, serta tidak memaksimalnya suatu usaha. Ada tujuh faktor yang menutupi fitrah (God-Spot), yand tanpa disadari membuat manusia menjadi buta. Ini yang menyekibatkan dirinya memiliki kecerdasan hati yang rendah, seperti tidak memiliki radar hati  sebagai pembimbing. Suara hati sebagai pemberi informasi penting.
Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual adalah “prinsip yang esa”, hanya berprinsip pada sesuatu yang abadilah yang mampu membawa manusia ke arah kebahagiaan yang hakiki, yaitu Allah SWT yang maha abadi.
Orang yang memiliki “prinsip”, akan lebih mampu melindungi pikirannya. Ia mampu melilih respon positif di tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Ia akan tetap berpikir positif dan selalu berprasangka baik pada orang lain.

Dan prinsip itu terbantuk karena  kondisi di luar diri, bukan dari dalam.

Oleh, Abdillah 

0 komentar: