Images

Catatan Di Balik Gerimis

Suara adzan pertanda magrib telah bergema di kampus biru dengan sangat syahdunya. Dalam hati bertanya, siapakah gerangan muadzzin yang baru saja melantunkan adzan tersebut sehingga membuat hati sebagian orang yang mendengarnya menjadi tersentuh. Para Mahasiswa dan mahasiswipun sudah mulai melangkahkan kaki mereka menuju musholah yang ada di dalam kampus, akan tetapi masih ada juga mahasiswa yang sibuk dengan aktivitas-aktivitas mereka masing-masing, bahkan ada juga yang dengan tidak tahu malu tertawa terbahak-bahak dengan bualan-bualan kemunafikan yang mereka perbincangkan di depan kelas mereka. 

Sementara seorang gadis berjilbab panjang dibawah dada yang akrab disapa Alika belum juga beranjak dari tempat duduknya. Ia duduk sendiri di sudut lorong diantara ruang-ruang kelas. Alika masih terdiam dan terpaku dalam kesendiriannya seperti hendak memikirkan sesuatu! Ia tak sedikitpun memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya. 

Tanpa Alika sadari malam semakin larut, namun tak ada purnama dan tak ada bintang yang bertebaran di langit seperti biasanya. Rintik hujan gerimis yang mulai mengguyur kota makassar disertai angin yang berhembus pelan menjadikan suasana malam hari ini semakin kalut. Sepertinya langit tahu bagaimana perasaan Alika malam ini sehingga hujan yang membasahi bumi seiring langit yang tak berbintang semakin menggambarkan kerisauan hati Alika yang tak tahu arah dan sedang dirundung kesedihan. 

Malam ini Alika tak berniat untuk pulang ke rumahnya. Untuk saat ini, Ia memilih untuk tetap berada di kampus dan akan mengunjungi salah satu temannya yang tinggal di sekitaran kampus setelahnya. Alika ingin menenangkan fikirannya sejenak sampai hatinya betul-betul tenang. 

Pagi tadi, sesaat sebelum berangkat ke kampus Alika bertengkar dengan sang Ibu tercinta. Lagi dan lagi karena perbedaan pendapat. Ini bukan kali pertama mereka seperti ini, sudah berkali-kali mereka terlibat adu mulut karena perbedaan prinsip dan sebagainya. Bahkan setahun yang lalu masih teringat jelas dibenak alika kalau ia pernah kabur dari rumah selama dua minggu dan tidak pernah mengabari orang tuanya selama ia pergi. Padahal waktu itu alika masih sakit karena baru-baru saja mengalami kecelakaan akibat ditabrak mobil sepulang dari kampus beberapa minggu sebelumnya dan belum betul-betul sembuh karena kakinya keseleo dan jalannya masih agak pincang. Sehingga membuat orangtuanya kebingungan mencari dan akhirnya sang ibu jatuh sakit dan harus di opname selama beberapa hari di rumah sakit. 

Karena kejadian itu, Alika menjadi semakin berhati-hati ketika ingin berbicara prinsip atau pemahaman kepada orang tuanya terutama sang ibu. Meskipun awalnya mereka sudah sama-sama berkomitmen untuk berjalan sendiri-sendiri dengan pemahaman yang mereka miliki masing-masing, akan tetapi tetap saja orang tua alika masih sering memaksa alika untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pemahaman alika sendiri. 

Seperti tadi pagi, waktu Alika sarapan bersama ibunya. 

‘’Sebentar, kamu jangan nginap dulu di kampus...’’ sang Ibu memulai pembicaraan sambil menyantap sarapan paginya. 

‘’Memangnya ada apa Bu’?’’ tanya Alika kembali. 

‘’Besok pagi Ibu dan bapakmu berencana mau ke pemakaman nenek moyang kita. Karena kemarin, ketika kerumah ibu Tri, dia menyarankan kita untuk berdoa di kuburan nenek moyang.’’ jawab Ibunya 

‘’Ibu ini gimana sih, hari gini masih percaya sama hal-hal mistik yang tak masuk diakal gitu, percaya tuh hanya kepada Allah Bu’.’’ Alika mencoba menjelaskan. 

Namun Ibu Alika tetap tidak mau menerima penjelasan Alika, justru berbalik memarahi Alika dengan alasan yang semakin tidak rasional. 

‘’Kamu sendiri tahu, ibu ini sudah lama sakit, dan itu semua karena ibu belum melunasi nazar waktu kamu dulu sakit parah. Nah untuk itu kita harus kepemakaman supaya nazar ibu bisa terbayar. Dan itu juga untuk kebaikan kamu juga Alika.’’ Ibu Alika semakin ngotot. 

‘’Pokoknya, apapun alasannya alika tetap tidak akan ikut sampai kapanpun.’’ Alikapun tetap pada pendirian awalnya. 

Akhirnya suasana meja makan menjadi semakin tegang. Namun Alika tetap melanjutkan makan, sementara sang ibu beranjak pergi sambil melontarkan kata-kata yang menyinggung perasaan dan menyakitkan hati Alika, yang membuat dadanya terasa sesak sehingga akhirnya tak terasa air mata alika mengalir membasahi pipinya. Alika tak melanjutkan lagi sarapannya. Ia lantas meninggalkan meja makan dan bergegas menuju kampus sembari mengharapkan dapat menemukan kedamaian di sana. Alika pergi tanpa berpamitan dengan sang ibu yang sudah mengurung diri di kamarnya karena marah dengan sikap Alika yang dianggap sudah tak sejalan lagi dengannya. 

Malam semakin larut, handphone Alika berbunyi dan ternyata yang menelepon adalah ayahnya. Namun alika malah mengabaikan panggilan tersebut dan justru mengirim pesan singkat yang mengatakan ‘’sebentar lagi alika pulang.’’ 

Entah mengapa pikiran Alika malah berubah setelah mendapat telepon dari ayahnya meski ia tak menjawab. Alika yang awalnya tak ingin kembali ke rumah justru berniat pulang. Ia merasa bahwa orangtuanya pasti khawatir karena tak ada kabar darinya selama seharian ini, tak seperti biasanya. Hingga akhirnya alika memutuskan untuk benar-benar pulang dan meninggalkan kampus sesaat setelah mendengarkan solusi dan saran-saran dari beberapa senior-seniornya. 

Sesampainya dirumah, Alika masih tetap bungkam. Tanpa mengeluarkan kata-kata sedikitpun alika langsung masuk ke kamarnya dan mengunci pintu rapart-rapat. Sampai pagipun tiba, Alika tak kunjung keluar dari kamarnya, karena ia menganggap sebentar lagi orangtuanya akan datang dan mengetuk pintu kamarnya lalu memaksanya untuk ikut mereka ke tempat yang akan dikunjungi. Namun rupanya hal itu tak kunjung terjadi, alika mendengar suara ibu dan ayahnya berpamitan kepada adiknya di luar sesaat sebelum pergi. 

Alika dapat bernafas lega, ia kembali berfikir mungkin orangtuanya telah mengerti akan pilihan dan prinsipnya saat ini.

Oleh : Immawati Fatmawati
Editor : Sekbid Mpt

0 komentar: